Thursday, April 19, 2007

kembara nas

Nas adalah dikotomi fisik yang melekat pada tubuh. Kembara nas; Tangan, kaki, mata, hidung, telinga, bibir, tubuh itu sendiri. Tujuh bagian yang akrab tapi tak kita miliki. Aku percaya kembara nas selalu datang menyuguhkan sepotong gairah dan secangkir rindu yang lama tersimpan dalam buku kalbu. Sepanjang gigi siang mentari menghunjam dalam jangat nurani. Detik meniti al fatihah mencari detik baru di antara dinginnya kecup. Barangkali akalku masih mengintip senja dari lubang pintu. Merasakan pelukan pualam di lingkar sepi. Siapa tahu Engkau ada di situ! Kepunyaan milik segala milik.

Tangan;
Ataukah karena pangkuanmu yang hangat
aku masih terdiam
dan bernafas di peluhmu

Ataukah tatapan butir pasir
yang kupijak ini
masih mendekap dan merona di bibir

Tapi aku lupa dan benar melupa
ketika hatiku berucap
engkau sedang menungguku
di sebuah air mata
pagi ini

Kaki:
Menukas tiang rapuh rumahmu
Jeram yang mengelupas
Menghabiskan segenap kun
Berserak menebar fayakun

Tak bertepi!

Mata:
Nun kasroh
Bertemu tanwin
Alif Lam Mim
Bertemu tanwin

Di mana syahwat?
“Surat Sulaiman,” jawabMu.

Hidung;
Hingga pada saatnya Kau ke kanan dan aku ke kiri.
Pada saatnya kita berjalan sendiri-sendiri
Tanpa tahu kapan kita bisa bicara lagi.
Tanpa tahu kapan kita bisa bertemu Kecoa itu lagi.
Tanpa tahu kapan kita bisa duduk-duduk di trotoar itu lagi.
Tanpa tahu kapan angin bisa berhembus dengan dingin yang sama seperti malam ini.

“Kapan kau temani aku lagi, Jibril?”

Telinga;
Belajar dari utara.

Bibir;
Kemarin gelas dan batu. Sekarang udara yang berdarah. Surealis. Jendela-jendala tumbuh bersama bulu kemaluanmu. Pintu pintu tergantung di bibir. Mata seperti cd kosong melangkahi udara beku. Surealis. Api tumbuh di piring. Menjadi igau cahaya matahari. Di antara tangkai tangkai bulan, aku merangkak di bawah angin. Mengeja balada tubuhmu. Aku adalah kau yang bisu. Dengan bola nanah kusudahi perjamuan ini. Seperti malam yang lewat bersama kelelawar. Membiarkan angin seadanya. Meninggalkan rumah cerita kita. Seadanya.

Tuhan masih sembunyi. Di dalam kamera digital menyamar sebagai seorang surealis. Seadanya.

Tubuh;
Kemana diberangkatkan ini rindu?

No comments: